Materi 2. Penguatan Konsep Prinsip dan Kemampuan Fondasi Sekolah Anak

Pada sesi ini, Bapak/ibu memperkuat pemahaman topik melalui aktivitas menyimak video dan membaca bahan tayang berikut :

Video :

Bahan Tayang :

Keterlibatan orangtua dalam menyiapkan anak menghadapi rutinitas sekolah, perlu diimbangi dengan pengetahuan mendasar mengenai prinsip-prinsip kesiapan sekolah. Prinsip kesiapan sekolah ini, penting untuk diketahui agar orangtua dapat menyiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai tantangan dalam tugas perkembangan anak ketika memasuki usia sekolah. Morrison (2012) menyebutkan terdapat tujuh prinsip mendasar kesiapan sekolah anak agar penerapannya dapat sesuai dan tepat dengan tumbuh kembang anak, diantaranya:

  1. Readiness is never ending, bahwa kesiapan sekolah anak merupakan proses sepanjang hayat yang tidak pernah berhenti pada usia dan tempo waktu tertentu. Orangtua dan guru perlu terlibat dalam menyiapkan lingkungan yang dapat mendukung anak untuk memiliki semangat belajar, tidak mudah putus asa, serta memiliki karakter yang tangguh untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan-tantangan belajar. Sehingga diperlukan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan agar anak-anak senantiasa senang dan semangat untuk sekolah sebagai bagian dari proses belajar sepanjang hayat.
  2. All children are always ready for some kind of learning, bahwa seluruh anak selalu siap dengan berbagai tantangan belajarnya. Setiap anak dilahirkan untuk siap menghadapi tantangan yang dihadapi, bahkan sejak lahir. Anak-anak telah dianugerahi kemampuan untuk bertahan hidup agar dapat mempelajari banyak hal, misalnya belajar berpikir, belajar berimajinasi, belajar berjalan, belajar berkomunikasi dan mempelajari hal-hal baru lainnya. Orangtua perlu menyiapkan lingkungan yang dapat mendukung ketahanan hidup anak dengan menyajikan kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang tumbuh kembangnya. Misalnya menyediakan waktu khusus untuk melakukan perjalanan untuk kemudian memberikan pembelajaran terhadap hal-hal baru yang ditemui. Mengajak anak untuk mencuci baju bersama, untuk menstimulus motoriknya, menstimulus kepekaan perasaannya untuk dapat menghargai, serta menstimulus kemampuan berpikirnya.
  3. Schools and teachers are responsible for the education of each child, bahwa guru dan sekolah bertanggung jawab atas pendidikan setiap anak, memberikan layanan terbaik dan menghargai setiap keunikan anak. Penting untuk menyediakan layanan belajar yang mendukung tumbuh kembang anak, karena anak-anak memiliki masa kritis di setiap usianya. Misalnya pada anak usia 4 tahun lebih ditekankan pada kemampuan bersosialisasi, pada usia 6 tahun lebih ditekankan pada kemampuan Guru dan sekolah perlu diberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai tumbuh kembang anak agar dapat melakukan pendekatan pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan gaya belajar anak yang (1) visual pada anak yang senang belajar melalui gambar; (2) auditori pada anak yang senang belajar melalui suara; dan (3) kinestetik pada anak yang senang belajar melalui gerakkan.
  4. Readiness is individualized, kesiapan anak untuk sekolah merupakan hal yang sangat personal, masing-masing anak memiliki tingkat kematangan, kesiapan, bahkan perkembangan yang berbeda sehingga tidak berhak untuk membandingkan satu anak dengan yang lainnya meskipun memiliki usia yang sama. Upaya orangtua untuk memberikan yang terbaik pada anak, seringkali salah kaprah diterapkan melalui cara membandingkan satu anak dengan anak lainnya. Kesiapan sekolah yang dimiliki anak memiliki ritme yang berbeda, terkadang orangtua lupa membandingkan kakak dengan adik melalui ungkapan yang menyakiti perasaan anak, misalnya “kenapa Adik tidak seperti Kakak dulu, pintar baca menulis dan berhitung ? Adik susah sekali untuk belajarnya”. Perlu diingat bahwa antara adik dan kakak saja memiliki kemampuan yang berbeda, apalagi anak-anak yang datang dari orangtua yang berbeda, sudah pasti berbeda kemampuannya meskipun belajar di sekolah yang sama. Orangtua perlu mengedukasi dirinya untuk siap menghadapi perbedaan anak dan keunikan, karena anak-anak terlahir dengan keunggulannya masing-masing yang tidak dapat dibandingkan dengan orang lain.
  5. Readiness is a function of culture, kesiapan sekolah merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya. Lingkungan memberikan pengaruh yang besar terhadap kesiapan sekolah anak. Anak-anak yang berinteraksi dengan teman sebaya dan tetangga sekitar yang sudah bersekolah, seringkali tumbuh keinginan untuk bersekolah bersama temannya, padahal usia dan kemampuannya belum mumpuni. Lingkungan tempat tinggal juga dapat memberikan dampak positif pada anak misalnya belajar bersama teman sepermainan sehingga anak menjadi lebih cepat menguasai pembelajaran. Selain memberikan dampak positif, lingkungan juga dapat memberikan dampak negatif, misalnya muncul kosakata yang sifatnya kasar, serta perilaku kasar yang dicontohkan dari teman sepermainnya. Penting bagi orangtua untuk memiliki tempat tinggal dan memilihkan teman bergaul bagi anak sebagai upaya menyiapkan anak pada jenjang sekolah.
  6. Readiness is a function of family income, maternal education, and parenting practice, kesiapan sekolah anak dapat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, latar belakang pendidikan, serta penerapan pola asuh orangtua. Faktor ekonomi keluarga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kesiapan sekolah anak. Orangtua tidak perlu khawatir untuk menyiapkan layanan pendidikan berkualitas tetapi terbatas dalam hal ekonomi, justru hal ini perlu menjadi tantangan untuk mengedukasi anak agar tetap percaya diri ditengah keterbatasannya. Kemampuan orangtua dalam mengasuh anak juga dipengaruhi dengan tingkat pendidikan orangtua, tetapi hal ini tidak menjadi jaminan orangtua yang berpendidikan tinggi dapat mengasuh dan menumbuhkan perilaku yang baik pada anak. Sehingga ketiga faktor ini yakni ekonomi, latar belakang pendidikan orangtua dan pola asuh menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka menumbuhkan kesiapan anak sekolah.
  7. Readiness involves the whole child, kesiapan sekolah anak merupakan interaksi dari seluruh aspek perkembangan anak, sehingga tidak dapat dipisahkan masing-masing perkembangan anak untuk kemudian menyatakan seorang anak siap untuk sekolah. Kesiapan sekolah bukan hanya soal kemampuan membaca dan berhitung saja, tetapi lebih dari itu. Anak-anak diharapkan telah matang secara sosial dan emosionalnya, karena ini adalah hal utama untuk menghadapi tugas belajar yang rumit sehingga tidak mudah putus asa, menghadapi teman yang suka mengumpat sehingga tidak menjadi penyebar berita bohong, menghadapi guru yang berbeda karakter sehingga tetap semangat belajar, serta mampu mengatur waktu belajar, bermain, beristirahat, dan beribadah.

Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai batas usia minimal anak memasuki jenjang pendidikan dasar, bukan tanpa alasan. Pasalnya di jenjang pendidikan formal tersebut memiliki tantangan belajar yang sangat berbeda dengan jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak atau bentuk lembaga pendidikan anak usia dini lainnya. Sehingga diperlukan kesiapan yang matang bagi anak untuk benar-benar siap secara mental dasar.

Post a comment

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *