Pada sesi ini, Bapak/ibu memperkuat pemahaman topik melalui aktivitas menyimak video dan membaca bahan tayang berikut :
Video :
Bahan Tayang:
Kesiapan sekolah yang juga dikenal dengan istilah school readiness memiliki tiga kata kunci utama, yakni (1) Pengetahuan; (2) Keterampilan; dan (3) Kematangan. Pengetahuan yang dimaksud adalah anak-anak mengenal dan memiliki wawasan mengenai konsep-konsep akademik seperti kemampuan mengenal huruf, mengenal angka, mengenal warna dan kemampuan lainnya. Keterampilan ditandai dengan kemampuan anak untuk mempraktekkan sejumlah keahlian seperti mampu memakai baju sendiri, mampu makan sendiri, serta mampu menyiapkan alat-alat sekolah sendiri. Sementara kematangan ditandai dengan kemampuan anak untuk menghadapi tantangan-tantangan yang terjadi di sekolah, ditandai dengan kematangan dalam segi fisik, kematangan berpikir untuk mengetahui hal yang benar dan salah, serta kematangan menghadapi konflik pertemanan. Kesiapan sekolah merupakan kemampuan yang perlu dimiliki anak sebagai bagian dari upaya orangtua menyiapkan karakter, perilaku serta pribadi anak yang dapat menghadapi berbagai tantangan yang akan ditemui di masyarakat. Kesiapan sekolah dapat dimulai sejak dini dengan mengenalkan anak-anak pada konsep-konsep akademik melalui kegiatan yang menyenangkan. Peran orangtua sebagai pendidik pertama bagi anak, perlu juga didukung dengan pengetahuan untuk menyiapkan anak sekolah agar anak-anak tidak kaget dan tidak mudah putus asa ketika menemui tugas-tugas belajar dan konflik di sekolah. Guru sebagai pendamping anak di sekolah juga perlu memiliki kemampuan yang mumpuni agar dapat mengenal anak berdasarkan kebutuhan perkembangannya serta memberikan informasi pembelajaran yang sesuai. Jangan sampai pembelajaran yang diberikan kepada anak terlalu sulit atau bahkan terlalu mudah bagi anak. Penting bagi guru, orangtua, dan lingkungan sekitar untuk mendukung anak memiliki kemampuan siap sekolah sebagai bentuk dukungan program wajib belajar yang diselenggarakan pemerintah, dan secara khusus untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah memiliki peranan penting dalam perkembangan akademik anak seperti membaca, menulis dan berhitung, serta perkembangan sosial emosionalnya seperti kemampuan mengatasi konflik, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan emosi, selain itu sekolah juga mampu membuat perkembangan anak menjadi sangat matang untuk menghadapi tantangan-tantangan selanjutnya (Haynes, 2013). Secara rinci manfaat dan peranan sekolah bagi anak, dipaparkan melalui bagian berikut ini.
Layaknya miniatur masyarakat, di dalam sekolah anak-anak belajar tentang berbagai orang yang datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Anak-anak perlu beradaptasi di sekolah mengenal temannya, mengendalikan emosinya, menahan marah agar tetap dapat menjalin pertemanan. Dalam kehidupan bermasyarakat tentu ada konflik-konflik yang terjadi, seperti perselisihan dan perbedaan pendapat, hal ini juga dijumpai ketika anak bersekolah. Tantangan-tantangan tersebut, tidak mungkin dapat dikuasai jika anak belum matang secara emosi, sosial, serta kognitifnya. Anak-anak yang sudah matang, tentu memiliki kemampuan untuk berpikir sebab-akibat. Misalnya “apa yang terjadi jika saya marah-marah kepada teman ?”, tentu tidak akan mendapatkan teman, sehingga kemudian anak berpikir untuk mengendalikan rasa marahnya meskipun sedang kesal kepada teman. Ditinjau dari kematangan emosi, anak-anak yang sudah matang secara emosi tentu mampu mengenal dan mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi. Misalnya memiliki rasa simpati dan empati, lalu mengekspresikannya dengan cara menemani teman yang sedang bersedih. Ketika seorang anak sudah mampu berpikir menggunakan kemampuan kognitifnya, mengenal ragam ekspresi emosi, maka selanjutnya anak-anak dapat mengaplikasikannya melalui kemampuan bersosialisasi.
Kesiapan sekolah penting untuk dimiliki anak, karena sekolah memiliki tingkatan sesuai dengan usia anak. Masing-masing tingkatan tersebut memiliki tujuan pembelajaran serta tantangan belajar yang berbeda-beda. Misalnya pada anak kelas awal, tantangan belajar yang dihadapi masih seputar pengenalan konsep dasar seperti konsep huruf, konsep angka, konsep warna, serta konsep-konsep yang sifatnya memperkuat pondasi pengetahuan anak. Sementara di kelas pertengahan antara kelas 3-4, anak-anak akan belajar mengenai konsep transisi dari konkrit ke abstrak. Anak-anak mulai belajar mengenai konsep perkalian dan konsep sains yang membutuhkan kombinasi antara benda konkrit dan kemampuan kognitifnya untuk berpikir konsep abstrak. Di tingkatan akhir pada jenjang pendidikan dasar antara kelas 5-6, anak-anak akan belajar lebih rumit mengenai konsep-konsep abstrak untuk menyiapkan pada tingkatan sekolah menengah pertama. Selain tantangan belajar yang sifatnya akademik, anak-anak juga akan menghadapi konflik sosial yang makin kompleks pada setiap tingkatan kelas.
Pada tahun pertama kehidupan, anak-anak belajar melalui lingkungan terdekatnya yakni keluarga. Anak-anak belajar mengenal ayah, ibu, dan anggota keluarga lain, serta selalu dijaga makanan, pakaian, suhu udara, tingkah laku dan kalimat-kalimat positif agar tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan berperilaku baik. Ketika memasuki usia sekolah, lingkungan pergaulan anak diperluas. Semula anak-anak tidak mengenal kosakata dan perilaku baru, tetapi kemudian mereka mengenal kosakata dan perilaku yang dibawa dari sekolah ke rumah, yang biasanya belum dikenalkan oleh orangtua kepada anak. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Di sekolah, anak-anak memperluas wawasannya melalui teman sebaya, perilaku guru, perilaku orangtua lain, serta perilaku warga sekolah yang ditemuinya sehari-hari.
Sekolah merupakan tempat terindah bagi anak bertemu dengan teman sebaya yang memiliki pola pikir, imajinasi, serta tingkah laku yang sama. Di sekolah anak-anak dapat bermain dan saling memahami imajinasi satu sama lain, yang terkadang sulit dipahami oleh orang dewasa. Seperti diketahui bahwa kegiatan bermain merupakan tempat anak-anak menemukan pembelajaran. Suatu kegiatan dikatakan bermain, jika memiliki empat ciri berikut ini : (1) activity level, kegiatan yang disajikan harus menstimulus seluruh aspek perkembangan anak, seperti merangsang aktif fisiknya, merangsang aktif daya berpikirnya, serta merangsang aktif kemampuan sosialnya. Sehingga jika suatu kegiatan hanya merangsang salah satu perkembangan anak, misalnya menstimulus kemampuan berpikir anak saja, maka belum dikatakan sebagai kegiatan bermain; (2) choice, kegiatan yang disajikan bersumber pada pilihan anak dan tersedia berbagai macam pilihan. Hal ini penting agar anak-anak mengenal berbagai macam tantangan permainan dan belajar yang dihadapi; (3) motive, kegiatan yang disajikan harus mampu memotivasi anak untuk terus belajar dan berkegiatan, jangan sampai justru mematahkan motivasi anak untuk berkegiatan di sekolah; (4) mind-set, kegiatan yang disajikan harus mampu mendukung imajinasi anak agar terus dapat menciptakan inovasi dan keterbaruan pada setiap tantangan belajar yang dihadapi.
Tantangan belajar yang disajikan di sekolah menuntut anak untuk menjadi pribadi yang disiplin dan bertanggungjawab. Anak-anak perlu memiliki self-regulation, yakni kemampuan mengatur dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan diri. Misalnya mengatur jam bangun pagi, mengatur waktu sarapan, serta memperhitungkan perjalanan untuk berangkat ke sekolah agar tidak terlambat. Selain itu anak-anak juga perlu mengatur waktu belajar, waktu istirahat, waktu beribadah, dan waktu bermainnya. Anak-anak perlu mengetahui pada waktu pagi hari perlu menyiapkan badan dan pikirannya untuk siap belajar di sekolah. Di siang hari, tubuh juga perlu beristirahat karena udara sedang terik dan secara psikologis, anak-anak perlu menenangkan pikirannya melalui kegiatan istirahat siang. Di sore hari, anak-anak dapat mengatur jadwal bermainnya sampai menjelang matahari terbenam. Pada malam hari, anak-anak wajib berada di rumah untuk berinteraksi bersama anggota keluarga dan belajar bersama sampai menjelang waktu tidur malam.
Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak tentu menginginkan anak-anak yang tumbuh sehat, pintar, serta berkarakter baik. Segala upaya dilakukan oleh orangtua termasuk dalam menyiapkan anak mengenal konsep-konsep akademik dasar. Kedekatan yang dijalin antara orangtua dan anak, seringkali tidak tumbuh keseganan antara anak dan orangtua dalam proses pembelajaran. Misalnya di rumah anak-anak sulit sekali untuk diajak belajar mengenal angka dan mengenal huruf, namun di sekolah anak-anak dengan mudah untuk mengikuti guru dalam belajar konsep-konsep akademik. Pada kasus lain, anak-anak juga seringkali menunjukkan sifat-sifat jeleknya di depan orangtua sementara di sekolah tiba-tiba dapat menjadi anak yang sangat penurut.